Kamis, 26 Juni 2014

Makalah Teori Perkembangan



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Memahami pertumbuhan dan perkembangan normal membantu perawat memperkirakan, mencegah, dan mendeteksi penyimpangan dari bentuk yang diharapkan dari klien (Santrock, 2007). Akan tetapi mayoritas perawat masa kini  cenderung mengabaikan teori-teori  perkembangan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh klien atau pasien demi mendukung proses keperawatan.
            Bentuk-bentuk pertumbuhan dan perkembangan  yaitu biologi, kognitif, dan sosio emosional yang terjadi selama masa kehidupan individu. Perkembangan bersikap dinamis dan melibatkan progresivitas dan penurunan. Sebagai contoh, perkembangan kognitif pada usia lanjut dapat dilihat dari sikap bijaksana dalam mengambil keputusan karena adanya faktor pengalaman, tetapi mereka sulit bertindak seperti orang muda saat dibutuhkan kecepatan dalam memproses informasi (Baltes dan Kunzmann, 2004; Santrock, 2007). 
            Mempelajari teori-teori perkembangan tidak hanya berguna bagi orang tua dan guru dalam memberikan pelayanan dan pendidikan kepada anak sesuai dengan tahap perkembangannya, melainkan juga berguna dalam memahami diri kita sendiri dengan cara pendekatan biologis, lingkungan dan suasana serta interaksi. Teori perkembangan akan memberikan wawasan dan pemahaman tentang sejarah perjalanan hidup kita sendiri ( sebagai bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa atau usia lanjut ).
            Lebih dari Teori perkembangan juga sangat berguna bagi pengambilan kebijaksanaan dalam merumuskan program dan bantuan bagi anak-anak dan remaja. Seiring dengan perkembangan masyarakat  temporer yang ditandai oleh perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam berbagai dimensi kehidupan individu, teori  perkembangan semakin dirasakan kegunaannya oleh masyarakat. Masyarakat makin menyadari betapa individu ( anak-anak, remaja, dan bahkan orang dewasa ) yang hidup pada era modern sekarang ini berada pada masa-masa yang sulit.
            Menghadapi individu  yang berada dalam masa-masa sulit demilkian, jelas membutuhkan pemahaman tentang teori perkembangan. Hal inilah yang melatarbelakangi kelompok kami untuk megangkat tema tentang teori-teori perkembangan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Proses Perkembangan?
2.      Bagaimanakah Teori – teori perkembangan menurut para ahli?
3.      Bagaimanakah pertimbangan moral dalam melaksanakan praktik keperawatan?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui Tentang Proses Perkembangan Pada Individu
2.      Mengetahui Berbagai macam teori teori perkembangan dari para ahli?
3.      Mengetahui bagaimana pertimbangan moral dalam melaksanakan praktik keperawatan.

















BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Proses Perkembangan
            Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan bentuk kompleks perpindahan yang mencakup perubahan dalam proses boilogis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007). Penurunan sifat secara biologis dan faktor lingkungan memengaruhi proses ini. Perawat mempergunakan pengetahuan proses ini dalam memilih terapi untuk meningkatkan kemajuan pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Hal penting sebagai contoh, Anda harus mempertimbangkan faktor genetik klien wanita sebelum hamil sebagai perencanaan kesehatan.
            Proses biologis menghasilkan perubahan dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik individu. Perbahan ini merupakan hasil penurunan genetik dan pengaruh luar seperti makanan, olah raga, tekanan, budaya, dan iklim (Berger, 2005). Tinggi badan dan berat badan, perkembangan pergerakan motorik kasar dan halus, serta maturasi seksual yang merupakan hasil dari perubahan hormonal selama maa pubertas adalah contoh perubahan hasil proses biologi.
            Proses kognitif terdiri atas perubahan intelegensi. Kemampuan untuk mengerti dan menggunakan bahasa, perkembangan pikiran yang membentuk sikap, kepercayaan, dan tingkah laku individu (Berger; santrock, 2007). Gen yang diturunkan dari orang tua, pengalaman hidup, dan lingkungan memengaruhi perubahan yang terjadi dalam proses kognitif. Mempelajari bagaimana ikut serta dalam suatu pembicaraan, permainan, dan belajar saat akan menghadapi ujian, semuanya akan melibatkan proses kognitif.
            Proses sosioemosional terdiri atas keberagaman dalam kepribadian individu, emosi, dan hubungannya dengan individu lain selama masa hidupnya (Santrock, 2007). Penurunan genetik dan lingkungan individu berperan dalam perubahan ini.
            Tempramen atau tabiat didefinisikan sebagai dasar biologis dari perkembangan kepribadian. Sebagian besar orang tua menyadari bahwa bayinya memiliki kepribadian berbeda dan segera bereaksi untuk mengubahnya. Pengetahuan mengenai tempramen bayi akan membantu anda dalam menyediakan pengajaran promosi kesehatan sehingga orangtua dapat memahami tingkah laku anaknya (Hockenberry dan Wilson, 2008)


2.2       Teori – teori Perkembangan
Teori adalah sekumpulan konsep – konsep yang saling berhubungan, definisi-definisi, dan dalil-dalil mengenai pandangan tentang suatu subjek untuk untuk menjelaskan tujuannya dan membuat prediksi tentang subjek tersebut. (LoBiondo-Wood dan Haber,2006). Teori-teori perkembangan menyediakan suatu kerangka untuk menilai, menggambarkan,dan menghargai perkembangan manusia. Teori perkembangan juga merupakan hal penting dalam membantu perawat menilai dan mengobati respon individu terhadap suatu penyakit.
Mengerti akan tugas dan kebutuhan dari setiap tingkat perkembangan membantu pemberi layanan dalam merencanakan pelayanan individual yang sesuai untuk klien. Perkembangan manusia merupakan proses yang dinamis dan kompleks yang tidak dapat hanya di jelaskan hanya pada satu teori. Menurut Potter Perry ada empat kelompok teori perkembangan, yaitu : biofisik, psikoanalitik psikosional, kognitif, dan moral. Berikut ini kami akan membahas lebih detail satu-persatu tentang perkembangan teori tersebut.

2.2.1 Teori Perkembangan Biofisik
            Perkembangan biofisik adalah bagaimana tubuh kita secara fisik berkembang dan berubah. Penyelenggara pelayanan kesehatan dapat mengukur dan membanding kan perubahan yang terjadi sejak neonatus sampai dewasa dengan pertumbuhan normal. Teori perkembangan biofisik menggambarkan proses maturasi secara biologis
            Teori perkembangan Gesell melalui pengamatannya sejak tahun 1940-an, Gesell membuat teori tentang tingkah normal yang dijadikan sebagai sumber informasi unuk perkembangan anak. Versi terbaru adari uji Gesell terdiri atas empat kategori tingkah laku: motorik, bahasa, adaptasi, dan pribadi sosial. Penyelenggara kesehatan menilai setiap subgroup dalam mencapai developmental quotient (QD) yag membedakan antara infant normal dan abnormal(Santrock, 2007).
            Dasar teori perkembangan Gesell adalah bahwa pola pertumbuhan (perkembangan) setiap anak mempunyai ciri khas yang diatur oleh aktivitas genetik. Faktor lingkungan dapat  mendukung, mengubah, dan memodifikasi pola tersebut, tetapi tidak menyebabkan kemajuan perkembangan (Gesell, 1948). Gesell menemukan pola maturasi sebagai suatu rangkaian perkembangan mausia. Rangkaian perkembanagan terjadi dalam janin, dimana ada urutan khusus perkembangan system organ (Crain, 1992).
            Setelah lahir, anak-anak tumbuh sesuai cetakan genetiknya dan memperoleh keterampilan sesuai tahapannya, namun dengan kecepatannya masing-masing. Sebagai contoh, sebagian besar anak-anak belajar memegang suatu benda, seperti cangkir dengan jarinya pada usia 15, dan mampu memegang cangkir dengan baik, mengangkat, minum, dan meletakannya kembali pada usia 21 bulan. Gesell menjelaskan bahwa tidak semua anak memiliki perkembangan sesuai waktunya. Lingkungan berperan dalam perkembangan anak, tetapi tidak pada perkembangan berikutnya.

2.2.2    Teori Perkembangan Psikoanalitik/Psikososial
            Teori Perkembangan psikoanalitik/psikososial menggambarkan perkemba ngan manusia dari sudut pandang kepribadian, pemikiran, dan tingkah laku. Teori psikoanalitik/psikososial menjelaskan tentangan dorongan dan motivasi internal yang berada dalam alam bawah sadar dan memengaruhi setiap aspek cara berpikir dan bertingkah laku individu(Berger, 2005). Dorongan dan motivasi tersebut juga terjadi pada tahap perkembangan.


            Sigmund Freud merupakan orang pertama yang mengemukakan teori perkembangan kepribadian secara formal dan terstruktur (1856-1939). Freud mem
bangun teori perkembangan yang saat bekerja dengan klien yang menderita gangguan mental. Model psikoanalitik Freud tentang tahapan perkembangan kepribadian individu melalui lima tahap perkembangan psikoseksual dan tiap tingkatan ditandai dengan kesenangan seksual pada bagian tubuh : mulut, anus, dan genital. Freud mempercayai bahwa kepribadian dewasa merupakan hasil dari bagaimana seorang individu menyelesaikan konflik antara sumber kesenangan dan kenyataan (Berger, 2005; Santrock, 2007).
Tahap 1: Oral (Lahir sampai usia 12-18 bulan)
            Awalnya, menghisap jari dan kepuasan oral merupakan hal yang sangat penting, tetapi juga merupakan kesenangan yang aneh. Akhir dari tahapan ini, bayi mulai menyadari bahwa orangtuanya adalah sesuatu yang terpisah dari dirinya. Gangguan dalam kemampuan fisik dan emosional orangtua (misalnya ikatan yang tidak adekuat atau penyakit kronik) akan mempengaruhi perkembangan bayi.
Tahap 2: Anal (Usia 12-18 bulan samapai  tahun)
            Fokus kesenangan berubah ke area anal. Anak-anak semakin tertarik pada sensasi kesenangan pada area anal. Melalui proses toilet-training, anak menunda kepuasan sesuai keinginan orangtua dan masyarakat.
Tahap 3: Phallic atau Oedipal (3-6 tahun)
            Pada tahap ini organ genital menjadi focus kesenangan. Menurut Freud, anak lelaki menjadi tertarik dengan penis, anak wanita menyadari tidak memiliki penis, dikenal dengan istilah penis envy. Tahap ini merupakan periode dimana anak befantasi mencintai orang tua yang berbeda gender, dikenal dengan Oedipus atau Electra complex. Akhir dari tahap ini adalah anak berusaha mengurangi konflik ini dengan cara lebih mengenali dan menerima orang tua yang sama gender.



Tahap 4: Laten (6-12 tahun)
            Freud percaya bahwa pada fase ini keinginan seksual dari tahap oedipal dini ditekan dan disalurkan kepada aktivitas social yang produktif. Dalam dunia pendidikan dan social anak, banyak yang harus dipelajari dan dikerjakan, dimana anak membutuhka energy dam usaha.
Tahap 5: Genital (Masa puberitas-dewasa)
            Ini merupakan tahap akhir Freud. Pada periode ini anak mengalami ketertarikan seksual denagn individu diluar dukungan keluarga. Konflik sebelumnya yang tidak terselesaikan timbul saat remaja. Saat individu menyelesakan konflik, individu tersebut akan mendapatkan kematangan hubungan seksual dewasa. Komponen kepribadian mausia terbentuk melalui tahapan perkembangan Freud. Freud percaya bahwa fungsi komponen tersebut adalah Untuk mengatur tingkah laku. Komponen – komponen tersebut id, ego, dan superego.
            Id adalah dorongan dari dasar naluri dalam memperoleh kesenangan, selain itu juga merupakan bagian dari kepribadian yang paling primitif dan timbul sejak usia bayi. Ego menggambarka komponen nyata penengah konflik antara lingkungan dan dorongan identitas. Ego membantu kita menilai kenyataan secara akurat, mengatur keinginan, dan membuat keputusan yag baik. Komponen yang ketiga yaitu Superego yang berfungsi melakukan pengaturan, pengendalian dan pencegahan tindakan. Lebih dikenal sebagai Suara Hati, superego dipengaruhi oleh standar dorongan sosial dari luar seperti orangtua atau guru.
            Tujuan teori Freud adalah perkembangan keseimbangan antara keinginan mencari kesenanangan dan tekanan sosial. Orang dewasa memilik suara hati kuat yang akan membatasi perolehan kesenangan sesuai nilai – nilai sosial. Meskipun teori Freud banyak dikritik karena adanya bias gender dan budaya, tetapi Freud telah memberika dasar untuk observasi emosi dan tingkah laku bagi teoritikus lain.




            Beberapa kritik terhadap Freud berpendapat bahwa analisis perkembanagan kepribadian Freud berdasarkan factor biologis dan mengabaikan pengaruh budaya dan penagalaman. Kritik lain berpendapat bahwa dasar asumsi Freud seperti Oedipus complex tidak dapat digunakan diantara budaya yang berbeda. Saat ini ahli psikoanalisis percaya bahwa pikiran lebih berperan dibanding imajinasi Freud (Santrock, 2007).

Erik Erikson. Freud memberikan pengaruh yang kuat terhadap pengikaut ajaran psikoanalisisnya, termasuk Erik Erikson yang melanjutkan, mengembangkan, dan memperbaharui teori Freud. Erik Erikson membuat suatu teori perkemabangan dalam dua pandanga utama yang membedakannya dengan teori Freud yaitu perkembangan terjadi semasa hidup dan lebih berfokus pada tahap psikososial dibanding tahap psikoseksual (Santrock,2007).
Erikson pernah tinggal di Italia, Jerman, dan Austria sebelum datang ke Amerika dan mempelajari siswa perguruan tingi, anak-anak, dan budaya penduduk asli Amerika. Semua pengalaman hidup itu membantu Erikson memahami pentingnya budaya dan perubahan – perubahan ynag terjadi sepanjang waktu menuju kedewasaan. Erikosn menggunakan pengetahuan ini dalam membuat sebuah teori Psikoanalitik yang menekankan pada perubahan perkembangan selama masa hidup (Berger, 2005).
Menurut delapan tahap perkembangan erikson, individu harus menyelesaikan tugasnya sebelum berhasil menyelesaikan satu tahap dan melanjutkan ketahap berikutnya. Setiap tugas memiliki konflik yang berbeda, seperti kebutuhan pencarian identitas pada remaja yang memiliki berbagai pilihan yang membingungkan. Konflik seperti ini selalu ada di sepanjang kehidupan.




Berikut ini adalah gambaran 8 tahap kehidupan Erikson:
1.                  Kepercayaan Versus Ketidakpercayaan (lahir – usia 1 tahun)
            Pembangunan dasar rasa percaya penting untuk perkembang pribadi yang sehat. Untuk mencapai keberhasilan tahap ini, diperlukan pemberi layanan yang konsisten dalam memenuhi kebutuhannya pada saat bayi. Atas dasar kepercayaan terhadap orangtuanya bayi dapat mempercayai dirinya sendiri kepada orang lain, dan dalam dunia (Hockenbery dan Wilson,2008).
            Pembentukan kepercayaan mengahasilakn rasa percaya dan optims. Perawat yag mengantisipasi tingkah laku anak akan dapat membantu orang tua mengatasi sikap dan tingkah laku anak setelah di pulangkan. Rasa percaya anak dapat terganggu selama perawatan selama di rumah sakit dan memerlukan dukunagan orang tua saat pulang kerumah.

2.                  Otonmi Versus Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun)
            Pada tahap ini, pertumbuhan anak lebih disempurnakan dengan aktifitas dasar perawatan diri termasuk berjalan, pemberia makanan dan aktifitas dikamar mandi. Ketidak tergatungan ini merupakan hasil maturasi dan imitasi. Batita membangun otonominya denagn membuat pilihan. Tipe pilihan pada kelompok batita termasuk aktifitas yang berkaitan denagn hubungan, keinginan, dan alat bermain.
            Ini merupakan kesempatan untuk mempelajari apa yang diinginkan orang tua dan masyarakat dari pilihan tersebut. Keterbatasan pilihan dan hukuman yag berat menimbulkan perasaan malu dan ragu. Batita yang mampu menyelesaikan tahap ini akan memperoleh Kontrol diri dan ketekuanan. Perawat dapat menjadi model petunjuk yag menawarkan dukungan dan pemahaman dalam menghadapi tahap ini.

3.                   Inisiatif Versus Rasa Bersalah (3-6 tahun)
            Anak-anak lebih suka berpura-pura dan mencoba peran baru. Fantasi dan khayalan membuat anak-anak mengeksplorasi lingkungannya lebih jauh. Pada saat bersamaan, anak-anak membangun superego atau suara hati.
            Konflik sering terjadi anatara eksplorasi keinginan anak dan keterbatasan menempatkan tingkah laku mereka. Konflik ini kadang menimbulakn rasa frustasi dan bersalah. Rasa bersalah terjadi jika respon pemberian layanan terlalu keras.
            Masa pra-sekolah adalah mempelajari mengatasi rasa inisiatif tanpa menghalangi kebebasan orang lain. Keberhasilan ini menghasilakan petunjuk dan tujuan. Pengajaran yang bertujuan mengontrol dan bekerjasama dengan tingkah laku anak akan membantu keluarga menghindari resiko terjadinya perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
4.                  Industri Versus inferioritas (6-11 tahun)
            Anak – anak usia sekolah ingin mempelajari keterampilan dan alat – alat produktif. Mereka belajar dan bermain dengan kelompok seusianya. Anak-anak usia sekolah mencapai keberhasilan berdasarka prestasi dan pujian. Tanpa dukunagn yag tepat dalam mempelajari keterampilan baru atau jika keterampilan terlalu sulit, anak-anak akan membangun suatu rasa yang tidak adekuat dan rendah diri. Anak-anak pada usia ini perlu mengalami pencapaian yag nyata untuk membangun kompetensi. Mnurut Erikson sikap orang dewasa terhadap pekerjaan bergantung pada penyelesaian tugas tersebut dengan baik.
5.                  Identitas Versus Kebingungan Peran (Puberitas)
            Perubahan fisiologis yang berhubungan denagan naturasi seksual menandai tahap ini. Ditandai juga dengan kesenangan memperhatikan penampilan dan bentuk tubuh. Tahap yag merupakan perkembangan identitas ini dimulai dengan menjawab pertanyaan “ Siapa Saya?”. Kebutuha aka identitas penting nantinya dalam membuat keputusan seperti memilih pekerjaan atau pasangan hidup.
            Setiap Remaja Mengubah cara hidupnya dalam masyarakat sebagai anggota bebas. Akan timbul tuntuta, kesempatan dan konflik yang berhubungan denagn perkembangan identitas dan pemisahan dari keluarga. Erikson berpendapat bahwa keberhasilan menyelesaikan akan menghasilakan kepatuhan dan kesetiaan terhadap orang lain dan terhadap cita-citanya sendiri (Hockenberry dan Wilson, 2008).             Perawat menyediakan pendidikan dan petunjauk lebih dulu kepada orangtua tentang perubahan dan tantangan pada anak remaja.
            Perawat juga membantu remaja yang dalam perawatan dirumah sakit denagn memberikan informasi yang cukup tentang penyakitnya sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang rencana pengobatanya.

6.                  Keintiman Versus Isolasi (Dewasa Muda)
            Dewasa muda telah membangun identitas dirinya, memperdalam rasa kasih sayang dan perduli terhadap oranglain. Mereka mencari arti hubungan pertemanan dan mempererat hubunga dengan orang lain. Erikson menggambarkan keakraban sebagai penemuan diri dan selanjutnya kehilangan diri dalam orang lain (Santrock, 2007). Jika seorang dewasa muda tidak dapat membangun hubungan pertemanan dan keakraban akan terjadi pemisahan karena mereka takut ditolak dan kecewa (Berger, 2005). Kita harus mengerti bahwa selama perawatan dirumah sakit seorang dewasa mudah akan memerlukan dukungan dari pasangannya atau orang tertentu karena hal ini akan mempererat keakraban diantara mereka.
7.                  Generatifitas Versus Pemikiran Terhadap Pemikiran Diri Sendiri dan Stagnasi (Usia Pertengahan)
            Kelanjutan dari tahap ke-6 perkembangan Erikson yaitu setelah membangun suatu hubungan yang akrab, seorang dewasa berfokus pada memberikan dukungan kepada generasi mendatang.
            Kemampuan mengembangakan diri dan keterlibatanya dalam masyarakat merupakan hal yang penting pada tahap perkembangan. Orang dewasa yang berada pada usia pertengahan mencapai keberhasilan pada tahap ini melalui kontribusinya kepada generasi mendatang, yaitu dengan menjadi orangtua, pengajar, dan keterlibatan dalam komonitasnya. Penerimaan generatifitas menghasilkan pelayanan dasar yag kuat. Ketidakmampuan berperan serta dalam pengembangan generasi berikutnya akan menimbulkan stagnasi (Santrock, 2007).
            Perawat membantu orang dewasa yang sedang sakit dalam memilih cara untuk membantu perkembangan sosial. Individu usia pertehangan menemukan cara penyelesaiannya dengan menyumbagkan waktunya denga suka rela pada sekolah, rumah sakit, atau gereja setempat.

8.                  Integritas Versus Keputusasaan (Usia Tua)
            Proses penuaan menghasilkan penurunan fisik dan sosial, beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan status da fungsi, seperti pengsiun dan penyakit. Terdapat konflik internal dan eksternal, seperti pencarian makna kehidupan. Hal ini kan menciptakan pencarian potensi pertumbuha dan kekuatan. Banyak orang yang berusia lanjut meninjau ulang kehidupanya denga rasa puas, meskipun mereka melakukan kesalahan, sedangkan beberapa lainya melihat diri mereka sebagai kegagalan hidup yang ditandai dengan keputusasaan dan penyesalan. Orang lanjut usia sering terikat dalam penilain retrospektif kehidupan mereka, dan melihatnya sebagai sesuatu yang sangat berarti atau penyesalan jika tujuannya tidak tercapai ( Berger, 2005).
            Posisi perawat berpengaruh dalam komunitas mereka dan menilai individu pada semua usia dan tahapanya. Individu pada semua usia dan tahapan membutuhkan rasa dihargai, dimengerti, dan dibutuhkan.
            Erikson menyatakan, “Anak-anak yang sehat tidak akan takut hidup, jika orang tuanya memiliki integritas yang cukup untuk tidak takut dalam menghadapi kematian”.(Erikson, 1963). Meskipun, seperti juga Freud, menurut Erikson masalah dalam kehidupan dewasa dihasilkan dari penyelesaian yang gagal pada tahap awal, dia menekankan pada hubungan keluarga dan budaya yang luas, serta perkembangan sepanjang kehidupan.

Teori-teori yang berkaitan dengan tempramen.
            Temprameern adalah tingkah laku yang mempengaruhi emosi individu dalam berinteraksi dengan orang lain (Santrock,2007). Kepribadian dan tempramen terkadang saling berikatan, dan penelitian menunjukkan bahwa individu tetap mempertahankan beberapa sifat sejak masa anak-anak. Perbedaan respon anak-anak terhadap lingkungan akan mempengaruhi sikap orang lain terhadapnya. Memahami tentang tempramen membantu orang tua untuk mengerti anaknya dan mendapatkan pemberi pelayanana kesehatan yang diinginkan (Hockenberry dan Wilson, 2008).
            Ahli psikiatri Stella Chess dan Alexanders Thomas melakukan penelitian longitudinal selama 20 tahun yang mengikutsertakan anak-anak dari populasi yang besar, termasuk anak-anak sehat dari kalangan menengah yang orang tuanya dilahirkan di Amerika dan Puerto Rican. Serta orang tua berkebangsaan Amerika yang bekerja dan memiliki anak-anak yang memiliki gangguan mental. Chess dan Thomas memperkenalkan tiga tingkat dasar temperamen sebagai berikut;
1.      Anak yang mudah dihadapi: Biasanya tenang dan bertemperamen sabar. Memiliki kebiasaan yang teratur dan terjadwal. Bersikap terbuka dan dapat beradaptasi terhadap perubahan serta memiliki suasana hati yang positif.
2.      Anak yang sulit dihadapi: Bertingkah laku sangat aktif, mudah tersinggung, dan sulit diatur. Menarik diri dari orang lain merupakan hal yang sering ditemukan dan anak membututuhkan lingkungan yang terstruktur. Lambat beradaptasi terhadap rutinitas, individu, atau kondisi yang baru. Ekspresi suasana hati biasanya bersifat kuat dan negatif.
3.      Anak yang lambat bereaksi negatif dan dengan intensitas rendah terhadap rangsangan baru. Anak beradaptasi lambat meskipun dengan kontak berulang kecuali ditekan dan berespon rendah, tetapi memiliki penolakan ringan terhadap rutinitas yang baru atau perubahan rutinitas.

Perspektif Tentang Perkembangan Masa Dewasa

            Penelitian awal tentang perkembangan hanya berfokus pada masa anak-anak karna ahli-ahli berpendapat bahwa proses penuaan merupakan salah satu penurunan fungsi yang tidak dapat dielakkan dan besifat ireversibel. Perkembangan manusia terjadi sepanjang kehidupan.
            Perspektif masa hidup mengungkapkan bahwa dalam memahami perkembangan masa dewasa memerlukan beragam sudut pandang. Perkembangan masa dewasa ditinjau melalui dua cara yaitu krisis pada tahapan perkembangan dan peristiwa peristiwa dalam kehidupan.

            Tahapan teori yang paling terkenal adalah tahapan perkembangan Erikson. Ahli perkembangan yang lain, Roger Gould, juga membangun teori yang berkaitan dengan perkembangan masa dewasa dan proses penuaan.


Teori Tentang Krisis Pada Tahapan Perkembangan
            Ahli psikiatri Roger Gould melakukan penelitian yang didukung oleh serangkaian tema perkembangan dalam tahapan perkembangan kedewasaan. Gould menemukan bahwa individu dewasa membuka pertahanannya yang terdapat pada masa anak-anak, hal ini menandakan terbentuknya kesadaran dewasa.
            Pokok-pokok perkembangan Gould, “Saya harus dapat melepaskan diri dari orangtua” dimulai saat individu berusia 20-an. Ini merupakan tantangan sebelumnya menyelesaikan sekolah menengah atas tetapi  merupakan akhir sebagai orang muda dan memulai hidup jauh dari rumah.


Pendekatan melalui peristiwa peristiwa dalam kehidupan.
            Teori bertingkat menganggap bahwa semua individu akan mengalami kemajuan kehidupan dan berfokus pada pengembangan tugas pada batasan usia tertentu. Pendekatan melalui sebuah peristiwa dalam kehidupan saat ini (Santrock, 2007). Memerlukan pertimbangan perbedaan yang ada pada tiap individu.
Pandangan ini mempertimbangkan keadaan kepribadaian individu (Kesehatan dan dukungan keluarga), bagaimana individu memandang dan menilai perubahan, serta konteks sejarah dan sosial dimana individu tinggal. Peneliti telah mengemukakan beberapa teori yang berhubungan dengan usia, budaya, gender, ethnic, stabilitas, dan perubahan untuk membantu kita menghargai perkembangan dinamis yang terjadi selama masa dewasa.




2.2.3 Teori Perkembangan Kognitif
            Jika teori psikoanalitik atau psikososial berfokus pada pikiran bawah sadar dan emosi individu, kognitif lebih menekankan pada bagaimana individu belajar berfikir dan memahami dunianya. Sama seperti perkembangan kepribadian, teoritikus kognitif telah melakukan eksplorasi pada masa anak-anak dan masa dewasa.
            Teori pengembangan kognitif Jean Piagert menyebutkan empat periode yang berhubungan dengan usia dan mengemukakan kategori khusus tentang pengenalan dan pemahaman (Santrock, 2007). Menurut Piagert inddividu berpindah dari satu tahap ketahap lainnya untuk mendapatkan keseimbangan kognitif atau keseimbangan mental yang stabil.

Periode I: Motosensorik (Lahir Sampai Usia 2 Tahun)
            Selama masa perkembangan, bayi membangun pola tindakan atau skema reaksi terhadap lingkungan (Berk, 2003). Skema ini termasuk memukul, melihat, menggenggam atau menendang.

Periode II: Pra-operasional (2-7 Tahun).
            Ini merupakan waktu ketika anak-anak belajar berfikir dengan menggunakan simbol-simbol dan gambaran mental. Pada masa ini anak masih egosentrik, anak anak melihat objek dan orang hanya dari sudut pandang mereka sendiri. Anak-naka percaya bahwa setiap orang menjalani dunianya sama seperti yang dialami mereka. Intervensi keperawatan selama periode ini akan memperkenalkan penggunaan permainan sebagai cara anak untuk mengerti peristiwa-peristiwa disekitarnya.
            Perkembangan bahasa dapat memperluas kemampuan berfikir tentang masa lampau dan masa depan. Bahasa mulai menggambarkan logika, karna logika tersebut menggambarkan proses berfikir.



Periode III:  Operasi Konkret (7-11 Tahun)
            Anak –anak mulai mempunyai kemampuan untuk melakukan operasi mental. sebagai contoh, Anak akan memikirkan tindakannya terlebih dahulu sebelum melakukannya. Pada tahap awal anak dapat menghitung sampai angka sepuluh, tetepi sekarang anak dapat menghitung setiap angka yang ditampilkan. Reversibilitas merupakan karakteristik utama dari pemikiran operasi kongkret.
            Anak-anak juga dapat mengelompokkan objek sesuai dengan dimensi kualitatif mereka, yang dikenal sebagai seriatiaon. Pencapaian lain dalam tahap ini adalah konservasi, atau kemampuan untuk melihat objek atau jumlah sebagai sesuatu yang sama meskipun terjadi perubahan dalam penampilan fisiknya (Berk, 2003., Singer dan Revenson, 1996).

Periode IV: Operasi formal (Usia 11 Tahun Sampai Dewasa)
            Selama tahap ini pola pikir individu berpindah kepada hal yang bersifal abstrak dan teoritis. Remaja dan dewasa muda mulai berfikir tentang hal hal seperti perdamaian dunia, mencari keadilan dan makna hidup. Peningkatan kemampuan kognitif memempukan remaja melakukan remaja melakukan lebih jauh pencapaian penyelesaian masalah, termasuk masa depan mereka termasuk hal-hal lainnya. Kematangan pola pikir, dan kedalaman pemahaman semakin meningkat seiring dengan pengalaman. Menurut Piagert, tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif.

Teori Kognitif Sosial
            Seorang psikoloh amerika Albert Bendura (1925) adalah orang yang melopori ide bahwa pemahaman tingkah laku penting untuk memahami pola pikir individu (Santrock, 2007). Menurut bendura, individu mengamati tingkah laku orang lain dan kemudian membuat suatu pilihan apakah akan meniru tingkah laku tersebut atau tidak. Model perkembangan bendura yang terbaru menekankan pada interaksi antara tingkah laku, lingkungan dan faktor personal atau kognitif.
            Teori kognitif sosial bendura memasukkan faktor personal seperti pemahaman diri, kepercayaan diri, dan efektivitas diri dalam proses perkembangan (Berger, 2005).

Perubahan Kognitif dalam Pemikiran Orang Dewasa
            Penelitian tentang perkembangan kognitif pada masa dewasa dimulai sejak tahun 1970 dan terus berlanjut sampai sekarang. Piaget telah mengemukakan bahwa pemikiran operasi formal dimulai saat remaja dan pada dasarnya orang dewasa juga menggunakannya. Meskipun, penelitian menunjukkan bahwa beberapa individu tidak mencapai pemikiran operassi formal sampai dewasa, dan beberapa orang dewasa tidak pernah membangun periode operasi formal (Santrock, 2007). Orang dewasa mengikutsertakan  emosi, logika, praktik dan fleksibilitas dalam mengambil keputusan.
            William Perry adalah salah satu orang pertama yang mengembangkan teori kognitif orang dewasa. Dia mempelajari mahasiswa-mahasiswa dan mendapatkan bahwa lanjutan perkembangan kognitif mengikutsertakan peningkatan fleksibilitas kognitif.
            K. Warner Schaie, seorang professor ilmu perkembangan ilmu manusia di Pennsylvania State University, menyimpulkan bahwa kita tidak dapat membangun cara yang lebih kompleks untuk mendapatkan informasi, dibandingkan yang telah dikemukakan oleh Piaget, tetapi orang dewasa melakukan perubahan pada cara mereka menggunakan pengetahuan. Schaie percaya bahwa penekanan bergeser dari pencapaian pengetahuan atau keterampilan menjadi penggunaan pengetahuan untuk pencapaian tujuan.

2.2.4 Teori Perkembangan Moral
            Perkembangan moral menunjukkan perubahan cara berpikir individu, emosi, dan tingkah laku yang mempengaruhi kepercayaan tentang mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini mencakup komponen interpesonal dan intrapersonal yang menentukan bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain (Santrock, 2007).

Teori Perkembangan Moral Jean Piaget.
            Piaget melakukan pengamatan dan wawancara anak-anak, dia mempelajari bagaimana cara mereka berpikir tentang aturan-aturan dan masalah- masalah moral. Teori perkembangan Piaget memasukkan dua tahap yang terjadi antara usia empat dan sepuluh tahun. Tahap pertama, moralitas heteronomous, terjadi antara usia empat sampai tujuh tahun dan ditandai dengan suatu keyakinan bahwa peraturan tidak bisa diubah dan jika melanggarnya akan segera diadili. Anak kecil sulit menerima kalau peratuaran dalam permainan dapat diubah atau hukuman tidak akan segera berlaku setelah ada pelanggaran (Santrock, 2007).
            Pada tahap kedua, moralitas otonom, Anak mengerti bahwa individu yang membuat peraturan dan dapat merubahnya. Pada tahap ini anak-anak mengetahui bahwa tujuan memengaruhi tingkah laku. Menurut Piaget, melalui hubungan dengan teman sebayanya anak-anak dapat membangun pertimbangan moralnya. Dalam kelompoknya anak anak dapat mengemukakan ketidak setujuannya dan kemudian mencapai penyelesaian. Hubungan orang tua anak yang tidak seimbang akan memengaruhi perkembangan moralitas anak (Santrock, 2007).
            Teori Perkembangan Lawrence Kohlberg. Teori perkembangan ini merupakan pengembangan dari teori kognitif Piaget. Dia mewawancara anak-anak, remaja, dan orang dewasa kemudian mendapatkan bahwa pertimbangan moral dibangun secara bertahap (Berger, 2005). Dari serangkaian dilema moral Kohlberg mengidentifikasi enam tahap perkembangan moral dalam tiga tingkat (Kohlberg, 1981).
Tingkat I: Pertimbangan Prakonvensional
            Pada tingkat satu, pertimbangan prakonvensional idividu menunjukkan pertimbangan moralnya berdasarkan pengalaman pribadinya. Hal ini sangat berhubungan dengan tahap pertama teori Piaget, dimana alasan moral individu melakkan tindakan yang bekaitan dengan konsekuensi yang akan diterimanya. Konsekuensi ini bisa berupa hukuman atau penghagaan.


Tahap 1: Orientasi terhadap Hukuman dan Kepatuhan
            Pada tahap ini respon anak terhadap dilema moral adalah dalam bentuk kepatuhan mutlak terhadap orang yang berkuasa dan peraturan. Seorang anak pada tahap ini berpendapat, “Saya harus menaati peraturan: Jika tidak akan dihukam.” Menghindari hukuman atau meragukan rasa hormat kepada orang yang berkuasa merupakan karakteristik motivasi tingkah laku anak. Seorang anak akan tiba dirumah tepat waktu untuk makan malam karena menurut orang tua anak memerlukan hal itu.
Tahap 2: Orientasi Relativitas Alat
            Pada tahap ini, anak mengenali lebih dari satu pandangan yang benar, seorang guru memiliki satu pandangan ynag berbeda dari orang tua anak. Anak menerima hukuman bukan karena melakukan kesalahan ( seperti pada Tahap 1),  tetapi karena menghindari sesuatu (Taffell, 2002).
            Anak-anak pada tahap ini akan meatuhi peraturan yang dibuat orangtuanya tentang kapan waktunya kapan berada di rumahuntuk makan malam, karena mereka tidak ingin waktu istirahat mereka menjadi terbatas karena mereka datang telat.


Tingkat II: Pertimbangan Konvensional
            Pada tingkat II, pertimbangan konvensional, individu memandang pertimbangan moral berdasarkan kepribadian dan dengan harapan masyarakat atas dirinya. Individu ingin memenuhi harapan keluarga, kelompok, atau negara dan juga membangun royalitas dan mengelola secara aktif, mendukung serta menilai sesuatu.
            Perawat mengamati saat anggota keluarga membuat keputusan kepada orang yang dicintainya. Individu sering bermasalah dengan dilema moral seperti ini. Dukungan saat berdukacita akan melibatkan pemahaman pada tingkat pengambilan keputusan moral tiap anggota keluarga.



Tahap 3 : Orientasi menjadi Anak yang Baik.
            Individu ingin diterima dan menjaga kepercayaan dari kelompok seusianya.”Menjadi Baik “ beararti memiliki motivasi yang baik, menunjukan perhatian kepada sesama, dan menjaga hubungan melalui kepercayaan, loyalitas, penghargaan, dan rasa terima kasih. Pihak lain lebih menyukai dengan istilah “menjadi kesenangan”. Sebagai contoh, seseorang yang berada pada tahap ini tinggal disekolah sesudah pelajaran selesai dan melakukan pekerjaan untuk mendapatkan izin dari gurunya.
Tahap 4: Orientasi Hubungan Masyarakat

            Selama tahap 4, individu mengembangkan fokusnya dari suatu hubungan dengan sesamanya menjadi perhatian kepada masyarakat. Keputusan moral diperhitungkan dalam perspektif masyarakat. Tingkah laku yang benar adalah melakukan tugasnya, menunjukan rasa hormat terhadap orang yang berkuasa, dan menjaga nilai-nilai sosial. Remaja memilih untuk tidak menghadiri pesta yang menyediakan minuman bir bukan karena mereka takut ditangkap, tetapi karena mereka menyadari kalau itu salah.

Tingkat III : Pertimbangan Pasca-konvensional
            Individu menemukan keseimbangan antara hak dan kewajiban dasar manusia, kaidah-kaidah masyarakat, serta peraturan pada tingkat pertimbangan pasca-konvensional. Individu berpindah dari keputusan moral berdasarkan kewenangan atau sesuai dengan kelompok menjadi nilai nilai an prinsip moral mereka sendiri. Individu pada tahap ini mulai melihat apa yanga disukai oleh masyarakat. Prinsip dan idealisme moral menjadi yang lebih menonjol pada tingkat ini (Berger, 2005).




Tahap 5 : Orientasi Kontrak Sosial.
            Setelah mencapai tahap 5, individu mematuhi hukum sosial tetapi juga mengenali kemungkinan perubahan hukum untuk memperbaiki masyarakat. Individu juga mengenali bahwa kelompok sosial yang berbeda memiliki nilai- nilai yang berbeda, tetapi memercayai bahwa semu a individu mempunyai hak-hak dasar, seperti kemerdekaan dan kehidupan. Individu pada tahap ini lebih memikirkan apa yang dinilai masyarakat, bukan lagi apa yang dinilai kelompok, seperti yang terjadi pada tahap 4.

Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal.
Tahap ini merupakan “Hak” keputusan kata hati sesuai prinsip etik pemilihan diri. Prinsip ini bersifat abstrak dan membandingkan dengan logika umum, universal, dan konsistensi (Kohlberg, 1981). sebagai contoh, prinsip keadilan membutuhkan individu yang bersikap adil terhadap sesamanya, menghormati  martabat semua individu, dan membantu individu untuk menghargai keputusan semua orang. Tahap 5 menekankan  pada hak-hak dasar dan proses demokratis, sedangkan tahap 6 menekankan hanya pada prinsip-prinsip keadilan yang sesuai.

Kritik Teori Kohlberg.
            Kohlberg membangun suatu cara melihat perkembangan moral secara sistematik.Dia dikenal sebagai pemimpin teori perkembangan moral. Meskipun, kritik terhadap pekerjaannya menimbulkan pertanyaan tentang subjek pilihan penelitianya. Sebagian besar subjek Kohlberg adalah laki-laki dengan filosofi barat . Percobaan penelitian untuk mendukung teori Kohlberg dengan individu yang tumbuh dalam filosofi timur menemukan bahwa semua peserta penelitian tidak pernah berada pada tahap 3 dan 4 dari model Kohlberg. Penemuan ini memberi kesan bahwa mereka tidak pernah mencapai tingkat tertinggi perkembangan moral, sama seperti ynag dialami orang dewasa yang tumbuh dalam tradisi barat.
            Penemuan ini memberi kesan bahwa desain penelitian Kohlberg tidak memperbolehkan cara untuk mengukur semua yang tumbuh dalam budaya yang berbeda. Kohlberg juga mendapat kritik tentang adanya bias usia atau gender. Carol Gilligan, teman sejawat, mengkritik Kohlberg tentang bias gender (Santrock, 2007). Dia percaya bahwa Kohlberg membangun teorinya berdasarkan perspektif keadilan yang berfokus pada hak individu. Sebaliknya penelitian Gilligan melihat perkembangan moral dari sudut pandang pelayanan yang memandang individu dalam komnikasi interpersonal mereka, hubungan, dan perhatian terhadap orang lain (Santrock, 2007). Menurutnya, wanita bisa bersifat penuh kasih sayang sehingga sulit mengambil keputusan berdsarkan keadilan saja (Berger, 2005). Peneliti – peneliti lain telah menilai teori Gilligan dalam penelitian dengan anak-anak dan tidak menamukan bukti untuk mendukung perbedaan gender (Berger, 2005; Santrock, 2007).

2.3 Pertimbangan Moral dan Praktik Keperawatan.
            Perawat harus mengetahui tingkat perkembangan moral dirinya sendiri. Mengenal tingkat perkembangan moral anda sendiri penting dalam memisahkan kepercayaan anda dengan orang lain saat membantu klien dalam proses pengambilan keputusan moral mereka.
            Mengenal tingkatan pertimbangan moral digunakan oleh anggota tim pelayanan kesehatan dan hal itu berpengaruh pada rencana perawatan klien. Idealnya semua anggota tim pelayanan kesehatab berada pada tingkat yang sama dalam membuat sebuah hasil yang serupa. Hal ini ditunjukkan melalui skenario berikut ini: Perawat sedang melayani seorang tunawisma dan percaya bahwa semua klien mendapat pelayanan pada level yang sama. Manager kasus, bertanggung jawab dalam menempatkan sumber daya, keluhan-keluhan tentang lama tinggal klien di rumah sakit, dan jumlah sumber daya yang terpakai pada satu klien.




            Konflik antara perawat dan manager kasus terjadi karena adanya perbedaan tingkat pengambilan keputusan dalam praktiknya. Mereka memutuskan untuk menyelenggarakan pertemuan tim pelayanan kesehatan guna membahas perbedaan mereka dan dilema etika dimana klien menerima tingkat pelayanan yang sesuai



























BAB 3. PENUTP
3.1 Kesimpulan
1. Teori perkembangan membantu perawat untuk menggunakan keterampilan cara berpikir kritis saat menanyakan bagaimana dan mengapa individu merespons apa yang mereka kerjakan
2. Perkembangan manusia merupakan hal yang rumit sehingga tidak ada teori yang dapat menggambarkan semua kerumitan pertumbuhan dan         perkembangan manusia.
3. Identifikasi yang akurat dari diagnosis keperawatan bergantung pada           kemampuan perawat memasukkan teori perkembangan dalam           menganalisis data.

3.2 Saran
1. Saat ini perawat harus memiliki pengetahuan tentang beberapa teori             perspektif saat bekerja dengan klien.
2. Pengkajian perawat terhadap klien membutuhkan analisis menyeluruh dan   interpretsi data untuk membuat kesimpulan yang akaurat tentang             kebutuhan perkembangan klien.
3. Perawat harus memahami teori-teori dan proses perkembangan         perkembangan sehingga perawat dapat memperkirakan respon manusia   dan mengenali penyimpangan dari bentuk yang normal.



0 komentar:

Posting Komentar