BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Memahami pertumbuhan dan
perkembangan normal membantu perawat memperkirakan, mencegah, dan mendeteksi
penyimpangan dari bentuk yang diharapkan dari klien (Santrock, 2007). Akan
tetapi mayoritas perawat masa kini cenderung
mengabaikan teori-teori perkembangan
yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh klien atau pasien demi mendukung proses
keperawatan.
Bentuk-bentuk pertumbuhan dan
perkembangan yaitu biologi, kognitif,
dan sosio emosional yang terjadi selama masa kehidupan individu. Perkembangan
bersikap dinamis dan melibatkan progresivitas dan penurunan. Sebagai contoh,
perkembangan kognitif pada usia lanjut dapat dilihat dari sikap bijaksana dalam
mengambil keputusan karena adanya faktor pengalaman, tetapi mereka sulit
bertindak seperti orang muda saat dibutuhkan kecepatan dalam memproses
informasi (Baltes dan Kunzmann, 2004; Santrock, 2007).
Mempelajari teori-teori perkembangan
tidak hanya berguna bagi orang tua dan guru dalam memberikan pelayanan dan
pendidikan kepada anak sesuai dengan tahap perkembangannya, melainkan juga
berguna dalam memahami diri kita sendiri dengan cara pendekatan biologis,
lingkungan dan suasana serta interaksi. Teori perkembangan akan memberikan
wawasan dan pemahaman tentang sejarah perjalanan hidup kita sendiri ( sebagai
bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa atau usia lanjut ).
Lebih dari Teori perkembangan juga
sangat berguna bagi pengambilan kebijaksanaan dalam merumuskan program dan
bantuan bagi anak-anak dan remaja. Seiring dengan perkembangan masyarakat temporer yang ditandai oleh
perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam berbagai dimensi kehidupan
individu, teori perkembangan semakin
dirasakan kegunaannya oleh masyarakat. Masyarakat makin menyadari betapa
individu ( anak-anak, remaja, dan bahkan orang dewasa ) yang hidup pada era
modern sekarang ini berada pada masa-masa yang sulit.
Menghadapi individu yang berada dalam masa-masa sulit demilkian,
jelas membutuhkan pemahaman tentang teori perkembangan. Hal inilah yang
melatarbelakangi kelompok kami untuk megangkat tema tentang teori-teori
perkembangan.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
Proses Perkembangan?
2. Bagaimanakah
Teori – teori perkembangan menurut para ahli?
3. Bagaimanakah
pertimbangan moral dalam melaksanakan praktik keperawatan?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui Tentang Proses Perkembangan Pada Individu
2. Mengetahui Berbagai macam teori teori perkembangan dari
para ahli?
3. Mengetahui bagaimana pertimbangan moral dalam
melaksanakan praktik keperawatan.
BAB
2.
PEMBAHASAN
2.1 Proses Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan manusia
merupakan bentuk kompleks perpindahan yang mencakup perubahan dalam proses
boilogis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007). Penurunan sifat secara
biologis dan faktor lingkungan memengaruhi proses ini. Perawat mempergunakan pengetahuan
proses ini dalam memilih terapi untuk meningkatkan kemajuan pertumbuhan dan
perkembangan yang normal. Hal penting sebagai contoh, Anda harus
mempertimbangkan faktor genetik klien wanita sebelum hamil sebagai perencanaan
kesehatan.
Proses
biologis menghasilkan perubahan dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik
individu. Perbahan ini merupakan hasil penurunan genetik dan pengaruh luar
seperti makanan, olah raga, tekanan, budaya, dan iklim (Berger, 2005). Tinggi
badan dan berat badan, perkembangan pergerakan motorik kasar dan halus, serta
maturasi seksual yang merupakan hasil dari perubahan hormonal selama maa
pubertas adalah contoh perubahan hasil proses biologi.
Proses
kognitif terdiri atas perubahan intelegensi. Kemampuan untuk mengerti dan
menggunakan bahasa, perkembangan pikiran yang membentuk sikap, kepercayaan, dan
tingkah laku individu (Berger; santrock, 2007). Gen yang diturunkan dari orang
tua, pengalaman hidup, dan lingkungan memengaruhi perubahan yang terjadi dalam
proses kognitif. Mempelajari bagaimana ikut serta dalam suatu pembicaraan,
permainan, dan belajar saat akan menghadapi ujian, semuanya akan melibatkan
proses kognitif.
Proses
sosioemosional terdiri atas keberagaman dalam kepribadian individu, emosi,
dan hubungannya dengan individu lain selama masa hidupnya (Santrock, 2007).
Penurunan genetik dan lingkungan individu berperan dalam perubahan ini.
Tempramen atau tabiat didefinisikan
sebagai dasar biologis dari perkembangan kepribadian. Sebagian besar orang tua
menyadari bahwa bayinya memiliki kepribadian berbeda dan segera bereaksi untuk
mengubahnya. Pengetahuan mengenai tempramen bayi akan membantu anda dalam
menyediakan pengajaran promosi kesehatan sehingga orangtua dapat memahami
tingkah laku anaknya (Hockenberry dan Wilson, 2008)
2.2 Teori – teori Perkembangan
Teori adalah
sekumpulan konsep – konsep yang saling berhubungan, definisi-definisi, dan
dalil-dalil mengenai pandangan tentang suatu subjek untuk untuk menjelaskan
tujuannya dan membuat prediksi tentang subjek tersebut. (LoBiondo-Wood dan
Haber,2006). Teori-teori perkembangan menyediakan suatu kerangka untuk menilai,
menggambarkan,dan menghargai perkembangan manusia. Teori perkembangan juga
merupakan hal penting dalam membantu perawat menilai dan mengobati respon
individu terhadap suatu penyakit.
Mengerti akan
tugas dan kebutuhan dari setiap tingkat perkembangan membantu pemberi layanan
dalam merencanakan pelayanan individual yang sesuai untuk klien. Perkembangan
manusia merupakan proses yang dinamis dan kompleks yang tidak dapat hanya di
jelaskan hanya pada satu teori. Menurut Potter Perry ada empat kelompok teori
perkembangan, yaitu : biofisik, psikoanalitik psikosional, kognitif,
dan moral. Berikut ini kami akan membahas lebih detail satu-persatu tentang
perkembangan teori tersebut.
2.2.1 Teori
Perkembangan Biofisik
Perkembangan
biofisik adalah bagaimana tubuh kita secara fisik berkembang dan berubah.
Penyelenggara pelayanan kesehatan dapat mengukur dan membanding kan perubahan
yang terjadi sejak neonatus sampai dewasa dengan pertumbuhan normal. Teori perkembangan
biofisik menggambarkan proses maturasi secara biologis
Teori
perkembangan Gesell melalui pengamatannya sejak tahun 1940-an, Gesell membuat
teori tentang tingkah normal yang dijadikan sebagai sumber informasi unuk
perkembangan anak. Versi terbaru adari uji Gesell terdiri atas empat kategori tingkah
laku: motorik, bahasa, adaptasi, dan pribadi sosial. Penyelenggara kesehatan
menilai setiap subgroup dalam mencapai developmental quotient (QD) yag
membedakan antara infant normal dan abnormal(Santrock, 2007).
Dasar
teori perkembangan Gesell adalah bahwa pola pertumbuhan (perkembangan) setiap
anak mempunyai ciri khas yang diatur oleh aktivitas genetik. Faktor lingkungan
dapat mendukung, mengubah, dan
memodifikasi pola tersebut, tetapi tidak menyebabkan kemajuan perkembangan
(Gesell, 1948). Gesell menemukan pola maturasi sebagai suatu rangkaian
perkembangan mausia. Rangkaian perkembanagan terjadi dalam janin, dimana ada
urutan khusus perkembangan system organ (Crain, 1992).
Setelah
lahir, anak-anak tumbuh sesuai cetakan genetiknya dan memperoleh keterampilan
sesuai tahapannya, namun dengan kecepatannya masing-masing. Sebagai contoh,
sebagian besar anak-anak belajar memegang suatu benda, seperti cangkir dengan
jarinya pada usia 15, dan mampu memegang cangkir dengan baik, mengangkat,
minum, dan meletakannya kembali pada usia 21 bulan. Gesell menjelaskan bahwa
tidak semua anak memiliki perkembangan sesuai waktunya. Lingkungan berperan
dalam perkembangan anak, tetapi tidak pada perkembangan berikutnya.
2.2.2 Teori Perkembangan Psikoanalitik/Psikososial
Teori
Perkembangan psikoanalitik/psikososial menggambarkan perkemba ngan manusia dari
sudut pandang kepribadian, pemikiran, dan tingkah laku. Teori
psikoanalitik/psikososial menjelaskan tentangan dorongan dan motivasi internal
yang berada dalam alam bawah sadar dan memengaruhi setiap aspek cara berpikir
dan bertingkah laku individu(Berger, 2005). Dorongan dan motivasi tersebut juga
terjadi pada tahap perkembangan.
Sigmund Freud merupakan orang pertama
yang mengemukakan teori perkembangan kepribadian secara formal dan terstruktur
(1856-1939). Freud mem
bangun teori perkembangan yang saat bekerja dengan
klien yang menderita gangguan mental. Model psikoanalitik Freud tentang tahapan
perkembangan kepribadian individu melalui lima tahap perkembangan psikoseksual
dan tiap tingkatan ditandai dengan kesenangan seksual pada bagian tubuh :
mulut, anus, dan genital. Freud mempercayai bahwa kepribadian dewasa merupakan
hasil dari bagaimana seorang individu menyelesaikan konflik antara sumber
kesenangan dan kenyataan (Berger, 2005; Santrock, 2007).
Tahap
1: Oral (Lahir sampai usia 12-18 bulan)
Awalnya,
menghisap jari dan kepuasan oral merupakan hal yang sangat penting, tetapi juga
merupakan kesenangan yang aneh. Akhir dari tahapan ini, bayi mulai menyadari
bahwa orangtuanya adalah sesuatu yang terpisah dari dirinya. Gangguan dalam
kemampuan fisik dan emosional orangtua (misalnya ikatan yang tidak adekuat atau
penyakit kronik) akan mempengaruhi perkembangan bayi.
Tahap
2: Anal (Usia 12-18 bulan samapai tahun)
Fokus
kesenangan berubah ke area anal. Anak-anak semakin tertarik pada sensasi
kesenangan pada area anal. Melalui proses toilet-training, anak menunda
kepuasan sesuai keinginan orangtua dan masyarakat.
Tahap
3: Phallic atau Oedipal (3-6 tahun)
Pada
tahap ini organ genital menjadi focus kesenangan. Menurut Freud, anak lelaki
menjadi tertarik dengan penis, anak wanita menyadari tidak memiliki penis,
dikenal dengan istilah penis envy.
Tahap ini merupakan periode dimana anak befantasi mencintai orang tua yang
berbeda gender, dikenal dengan Oedipus atau Electra
complex. Akhir dari tahap ini adalah anak berusaha mengurangi konflik ini
dengan cara lebih mengenali dan menerima orang tua yang sama gender.
Tahap
4: Laten (6-12 tahun)
Freud
percaya bahwa pada fase ini keinginan seksual dari tahap oedipal dini ditekan
dan disalurkan kepada aktivitas social yang produktif. Dalam dunia pendidikan dan
social anak, banyak
yang harus dipelajari dan dikerjakan, dimana anak membutuhka energy dam usaha.
Tahap
5: Genital (Masa puberitas-dewasa)
Ini
merupakan tahap akhir Freud. Pada periode ini anak mengalami ketertarikan
seksual denagn individu diluar dukungan keluarga. Konflik sebelumnya yang tidak
terselesaikan timbul saat remaja. Saat individu menyelesakan konflik, individu
tersebut akan mendapatkan kematangan hubungan seksual dewasa. Komponen
kepribadian mausia terbentuk melalui tahapan perkembangan Freud. Freud percaya
bahwa fungsi komponen tersebut adalah Untuk mengatur tingkah laku. Komponen –
komponen tersebut id, ego, dan superego.
Id
adalah dorongan dari dasar naluri dalam memperoleh kesenangan, selain itu juga
merupakan bagian dari kepribadian yang paling primitif dan timbul sejak usia
bayi. Ego menggambarka komponen nyata penengah konflik antara lingkungan dan
dorongan identitas. Ego membantu kita menilai kenyataan secara akurat, mengatur
keinginan, dan membuat keputusan yag baik. Komponen yang ketiga yaitu Superego
yang berfungsi melakukan pengaturan, pengendalian dan pencegahan tindakan.
Lebih dikenal sebagai Suara Hati, superego dipengaruhi oleh standar dorongan
sosial dari luar seperti orangtua atau guru.
Tujuan
teori Freud adalah perkembangan keseimbangan antara keinginan mencari
kesenanangan dan tekanan sosial. Orang dewasa memilik suara hati kuat yang akan
membatasi perolehan kesenangan sesuai nilai – nilai sosial. Meskipun teori
Freud banyak dikritik karena adanya bias gender dan budaya, tetapi Freud telah
memberika dasar untuk observasi emosi dan tingkah laku bagi teoritikus lain.
Beberapa
kritik terhadap Freud berpendapat bahwa analisis perkembanagan kepribadian
Freud berdasarkan factor biologis dan mengabaikan pengaruh budaya dan
penagalaman. Kritik lain berpendapat bahwa dasar asumsi Freud seperti Oedipus
complex tidak dapat digunakan diantara budaya yang berbeda. Saat ini ahli
psikoanalisis percaya bahwa pikiran lebih berperan dibanding imajinasi Freud
(Santrock, 2007).
Erik Erikson. Freud
memberikan pengaruh yang
kuat terhadap pengikaut ajaran
psikoanalisisnya, termasuk Erik Erikson yang melanjutkan, mengembangkan, dan
memperbaharui teori Freud. Erik Erikson membuat suatu teori perkemabangan dalam
dua pandanga utama yang membedakannya dengan teori Freud yaitu perkembangan
terjadi semasa hidup dan lebih berfokus pada tahap psikososial dibanding tahap
psikoseksual (Santrock,2007).
Erikson pernah
tinggal di Italia, Jerman, dan Austria sebelum datang ke Amerika dan
mempelajari siswa perguruan tingi, anak-anak, dan budaya penduduk asli Amerika.
Semua pengalaman hidup itu membantu Erikson memahami pentingnya budaya dan
perubahan – perubahan ynag terjadi sepanjang waktu menuju kedewasaan. Erikosn
menggunakan pengetahuan ini dalam membuat sebuah teori Psikoanalitik yang
menekankan pada perubahan perkembangan selama masa hidup (Berger, 2005).
Menurut delapan
tahap perkembangan erikson, individu harus menyelesaikan tugasnya sebelum
berhasil menyelesaikan satu tahap dan melanjutkan ketahap berikutnya. Setiap
tugas memiliki konflik yang berbeda, seperti kebutuhan pencarian identitas pada
remaja yang memiliki berbagai pilihan yang membingungkan. Konflik seperti ini
selalu ada di sepanjang kehidupan.
Berikut ini adalah gambaran 8 tahap
kehidupan Erikson:
1.
Kepercayaan
Versus Ketidakpercayaan (lahir – usia 1 tahun)
Pembangunan
dasar rasa percaya penting untuk perkembang pribadi yang sehat. Untuk mencapai
keberhasilan tahap ini, diperlukan pemberi layanan yang konsisten dalam
memenuhi kebutuhannya pada saat bayi. Atas dasar kepercayaan terhadap
orangtuanya bayi dapat mempercayai dirinya sendiri kepada orang lain, dan dalam
dunia (Hockenbery dan Wilson,2008).
Pembentukan
kepercayaan mengahasilakn rasa percaya dan optims. Perawat yag mengantisipasi
tingkah laku anak akan dapat membantu orang tua mengatasi sikap dan tingkah
laku anak setelah di pulangkan. Rasa percaya anak dapat terganggu selama
perawatan selama di rumah sakit dan memerlukan dukunagan orang tua saat pulang
kerumah.
2.
Otonmi
Versus Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun)
Pada
tahap ini, pertumbuhan anak lebih disempurnakan dengan aktifitas dasar
perawatan diri termasuk berjalan, pemberia makanan dan aktifitas dikamar mandi.
Ketidak tergatungan ini merupakan hasil maturasi dan imitasi. Batita membangun
otonominya denagn membuat pilihan. Tipe pilihan pada kelompok batita termasuk
aktifitas yang berkaitan denagn hubungan, keinginan, dan alat bermain.
Ini
merupakan kesempatan untuk mempelajari apa yang diinginkan orang tua dan
masyarakat dari pilihan tersebut. Keterbatasan pilihan dan hukuman yag berat
menimbulkan perasaan malu dan ragu. Batita yang mampu menyelesaikan tahap ini
akan memperoleh Kontrol diri dan ketekuanan. Perawat dapat menjadi model
petunjuk yag menawarkan dukungan dan pemahaman dalam menghadapi tahap ini.
3.
Inisiatif Versus Rasa Bersalah (3-6 tahun)
Anak-anak
lebih suka berpura-pura dan mencoba peran baru. Fantasi dan khayalan membuat
anak-anak mengeksplorasi lingkungannya lebih jauh. Pada saat bersamaan,
anak-anak membangun superego atau suara hati.
Konflik
sering terjadi anatara eksplorasi keinginan anak dan keterbatasan menempatkan
tingkah laku mereka. Konflik ini kadang menimbulakn rasa frustasi dan bersalah.
Rasa bersalah terjadi jika respon pemberian layanan terlalu keras.
Masa
pra-sekolah adalah mempelajari mengatasi rasa inisiatif tanpa menghalangi
kebebasan orang lain. Keberhasilan ini menghasilakan petunjuk dan tujuan.
Pengajaran yang bertujuan mengontrol dan bekerjasama dengan tingkah laku anak
akan membantu keluarga menghindari resiko terjadinya perubahan pertumbuhan dan
perkembangan.
4.
Industri
Versus inferioritas (6-11 tahun)
Anak
– anak usia sekolah ingin mempelajari keterampilan dan alat – alat produktif.
Mereka belajar dan bermain dengan kelompok seusianya. Anak-anak usia sekolah
mencapai keberhasilan berdasarka prestasi dan pujian. Tanpa dukunagn yag tepat
dalam mempelajari keterampilan baru atau jika keterampilan terlalu sulit,
anak-anak akan membangun suatu rasa yang tidak adekuat dan rendah diri.
Anak-anak pada usia ini perlu mengalami pencapaian yag nyata untuk membangun
kompetensi. Mnurut Erikson sikap orang dewasa terhadap pekerjaan bergantung
pada penyelesaian tugas tersebut dengan baik.
5.
Identitas
Versus Kebingungan Peran (Puberitas)
Perubahan
fisiologis yang berhubungan denagan naturasi seksual menandai tahap ini.
Ditandai juga dengan kesenangan memperhatikan penampilan dan bentuk tubuh.
Tahap yag merupakan perkembangan identitas ini dimulai dengan menjawab
pertanyaan “ Siapa Saya?”. Kebutuha aka identitas penting nantinya dalam membuat
keputusan seperti memilih pekerjaan atau pasangan hidup.
Setiap
Remaja Mengubah cara hidupnya dalam masyarakat sebagai anggota bebas. Akan
timbul tuntuta, kesempatan dan konflik yang berhubungan denagn perkembangan
identitas dan pemisahan dari keluarga. Erikson berpendapat bahwa keberhasilan
menyelesaikan akan menghasilakan kepatuhan dan kesetiaan terhadap orang lain
dan terhadap cita-citanya sendiri (Hockenberry dan Wilson, 2008). Perawat
menyediakan pendidikan dan petunjauk lebih dulu kepada orangtua tentang
perubahan dan tantangan pada anak remaja.
Perawat
juga membantu remaja yang dalam perawatan dirumah sakit denagn memberikan
informasi yang cukup tentang penyakitnya sehingga mereka dapat membuat
keputusan tentang rencana pengobatanya.
6.
Keintiman
Versus Isolasi (Dewasa Muda)
Dewasa
muda telah membangun identitas dirinya, memperdalam rasa kasih sayang dan
perduli terhadap oranglain. Mereka mencari arti hubungan pertemanan dan
mempererat hubunga dengan orang lain. Erikson menggambarkan keakraban sebagai
penemuan diri dan selanjutnya kehilangan diri dalam orang lain (Santrock,
2007). Jika seorang dewasa muda tidak dapat membangun hubungan pertemanan dan
keakraban akan terjadi pemisahan karena mereka takut ditolak dan kecewa
(Berger, 2005). Kita
harus mengerti bahwa selama perawatan dirumah sakit seorang dewasa mudah akan
memerlukan dukungan dari pasangannya atau orang tertentu karena hal ini akan
mempererat keakraban diantara mereka.
7.
Generatifitas
Versus Pemikiran Terhadap Pemikiran Diri Sendiri dan Stagnasi (Usia
Pertengahan)
Kelanjutan
dari tahap ke-6 perkembangan Erikson yaitu setelah membangun suatu hubungan
yang akrab, seorang dewasa berfokus pada memberikan dukungan kepada generasi
mendatang.
Kemampuan
mengembangakan diri dan keterlibatanya dalam masyarakat merupakan hal yang
penting pada tahap perkembangan. Orang dewasa yang berada pada usia pertengahan
mencapai keberhasilan pada tahap ini melalui kontribusinya kepada generasi
mendatang, yaitu dengan menjadi orangtua, pengajar, dan keterlibatan dalam
komonitasnya. Penerimaan generatifitas menghasilkan pelayanan dasar yag kuat.
Ketidakmampuan berperan serta dalam pengembangan generasi berikutnya akan
menimbulkan stagnasi (Santrock, 2007).
Perawat
membantu orang dewasa yang sedang sakit dalam memilih cara untuk membantu
perkembangan sosial. Individu usia pertehangan menemukan cara penyelesaiannya
dengan menyumbagkan waktunya denga suka rela pada sekolah, rumah sakit, atau
gereja setempat.
8.
Integritas
Versus Keputusasaan (Usia Tua)
Proses
penuaan menghasilkan penurunan fisik dan sosial, beberapa orang dewasa juga
mengalami penurunan status da fungsi, seperti pengsiun dan penyakit. Terdapat
konflik internal dan eksternal, seperti pencarian makna kehidupan. Hal ini kan
menciptakan pencarian potensi pertumbuha dan kekuatan. Banyak orang yang
berusia lanjut meninjau ulang kehidupanya denga rasa puas, meskipun mereka
melakukan kesalahan, sedangkan beberapa lainya melihat diri mereka sebagai
kegagalan hidup yang ditandai dengan keputusasaan dan penyesalan. Orang lanjut
usia sering terikat dalam penilain retrospektif kehidupan mereka, dan
melihatnya sebagai sesuatu yang sangat berarti atau penyesalan jika tujuannya
tidak tercapai ( Berger, 2005).
Posisi
perawat berpengaruh dalam komunitas mereka dan menilai individu pada semua usia
dan tahapanya. Individu pada semua usia dan tahapan membutuhkan rasa dihargai,
dimengerti, dan dibutuhkan.
Erikson
menyatakan, “Anak-anak yang sehat tidak akan takut hidup, jika orang tuanya
memiliki integritas yang cukup untuk tidak takut dalam menghadapi
kematian”.(Erikson, 1963). Meskipun, seperti juga Freud, menurut Erikson
masalah dalam kehidupan dewasa dihasilkan dari penyelesaian yang gagal pada
tahap awal, dia menekankan pada hubungan keluarga dan budaya yang luas, serta
perkembangan sepanjang kehidupan.
Teori-teori
yang berkaitan dengan tempramen.
Temprameern
adalah tingkah laku yang mempengaruhi emosi individu dalam berinteraksi dengan
orang lain (Santrock,2007). Kepribadian dan tempramen terkadang saling
berikatan, dan penelitian menunjukkan bahwa individu tetap mempertahankan
beberapa sifat sejak masa anak-anak. Perbedaan respon anak-anak terhadap
lingkungan akan mempengaruhi sikap orang lain terhadapnya. Memahami tentang
tempramen membantu orang tua untuk mengerti anaknya dan mendapatkan pemberi
pelayanana kesehatan yang diinginkan (Hockenberry dan Wilson, 2008).
Ahli
psikiatri Stella
Chess
dan Alexanders Thomas melakukan
penelitian longitudinal selama 20 tahun yang mengikutsertakan anak-anak dari
populasi yang besar, termasuk anak-anak sehat dari kalangan menengah yang orang
tuanya dilahirkan di Amerika dan Puerto Rican. Serta orang tua berkebangsaan
Amerika yang bekerja dan memiliki anak-anak yang memiliki gangguan mental.
Chess dan Thomas memperkenalkan tiga
tingkat dasar temperamen sebagai berikut;
1. Anak
yang mudah dihadapi: Biasanya tenang dan bertemperamen sabar. Memiliki
kebiasaan yang teratur dan terjadwal. Bersikap terbuka dan dapat beradaptasi
terhadap perubahan serta memiliki suasana hati yang positif.
2. Anak
yang sulit dihadapi: Bertingkah laku sangat aktif, mudah tersinggung, dan sulit
diatur. Menarik diri dari orang lain merupakan hal yang sering ditemukan dan
anak membututuhkan lingkungan yang terstruktur. Lambat beradaptasi terhadap
rutinitas, individu, atau kondisi yang baru. Ekspresi suasana hati biasanya
bersifat kuat dan negatif.
3. Anak
yang lambat bereaksi negatif dan dengan intensitas rendah terhadap rangsangan
baru. Anak beradaptasi lambat meskipun dengan kontak berulang kecuali ditekan
dan berespon rendah, tetapi memiliki penolakan ringan terhadap rutinitas yang
baru atau perubahan rutinitas.
Perspektif Tentang Perkembangan Masa Dewasa
Penelitian awal tentang perkembangan
hanya berfokus pada masa anak-anak karna ahli-ahli berpendapat bahwa proses
penuaan merupakan salah satu penurunan fungsi yang tidak dapat dielakkan dan
besifat ireversibel. Perkembangan manusia terjadi sepanjang kehidupan.
Perspektif masa hidup mengungkapkan
bahwa dalam memahami perkembangan masa dewasa memerlukan beragam sudut pandang.
Perkembangan masa dewasa ditinjau melalui dua cara yaitu krisis pada tahapan
perkembangan dan peristiwa peristiwa dalam kehidupan.
Tahapan
teori yang paling terkenal adalah tahapan perkembangan Erikson. Ahli
perkembangan yang lain, Roger Gould, juga membangun teori yang berkaitan dengan
perkembangan masa dewasa dan proses penuaan.
Teori Tentang Krisis Pada Tahapan Perkembangan
Ahli psikiatri Roger Gould melakukan
penelitian yang didukung oleh serangkaian tema perkembangan dalam tahapan
perkembangan kedewasaan. Gould menemukan bahwa individu dewasa membuka
pertahanannya yang terdapat pada masa anak-anak, hal ini menandakan
terbentuknya kesadaran dewasa.
Pokok-pokok perkembangan Gould,
“Saya harus dapat melepaskan diri dari orangtua” dimulai saat individu berusia
20-an. Ini merupakan tantangan sebelumnya menyelesaikan sekolah menengah atas
tetapi merupakan akhir sebagai orang
muda dan memulai hidup jauh dari rumah.
Pendekatan melalui peristiwa peristiwa dalam kehidupan.
Teori bertingkat menganggap bahwa
semua individu akan mengalami kemajuan kehidupan dan berfokus pada pengembangan
tugas pada batasan usia tertentu. Pendekatan melalui sebuah peristiwa dalam
kehidupan saat ini (Santrock, 2007). Memerlukan pertimbangan perbedaan yang ada
pada tiap individu.
Pandangan
ini mempertimbangkan keadaan kepribadaian individu (Kesehatan dan dukungan
keluarga), bagaimana individu memandang dan menilai perubahan, serta konteks
sejarah dan sosial dimana individu tinggal. Peneliti telah mengemukakan
beberapa teori yang berhubungan dengan usia, budaya, gender, ethnic,
stabilitas, dan perubahan untuk membantu kita menghargai perkembangan dinamis
yang terjadi selama masa dewasa.
2.2.3 Teori
Perkembangan Kognitif
Jika
teori psikoanalitik atau psikososial berfokus pada pikiran bawah sadar dan
emosi individu, kognitif lebih menekankan pada bagaimana individu belajar
berfikir dan memahami dunianya. Sama seperti perkembangan kepribadian,
teoritikus kognitif telah melakukan eksplorasi pada masa anak-anak dan masa
dewasa.
Teori
pengembangan kognitif Jean Piagert menyebutkan empat periode yang berhubungan
dengan usia dan mengemukakan kategori khusus tentang pengenalan dan pemahaman
(Santrock, 2007). Menurut Piagert inddividu berpindah dari satu tahap ketahap
lainnya untuk mendapatkan keseimbangan kognitif atau keseimbangan mental yang
stabil.
Periode I:
Motosensorik (Lahir Sampai Usia 2 Tahun)
Selama masa perkembangan, bayi
membangun pola tindakan atau skema reaksi terhadap lingkungan (Berk, 2003).
Skema ini termasuk memukul, melihat, menggenggam atau menendang.
Periode II:
Pra-operasional (2-7 Tahun).
Ini merupakan waktu ketika anak-anak
belajar berfikir dengan menggunakan simbol-simbol dan gambaran mental. Pada masa
ini anak masih egosentrik, anak anak melihat objek dan orang hanya dari sudut
pandang mereka sendiri. Anak-naka percaya bahwa setiap orang menjalani dunianya
sama seperti yang dialami mereka. Intervensi keperawatan selama periode ini
akan memperkenalkan penggunaan permainan sebagai cara anak untuk mengerti
peristiwa-peristiwa disekitarnya.
Perkembangan bahasa dapat memperluas
kemampuan berfikir tentang masa lampau dan masa depan. Bahasa mulai
menggambarkan logika, karna logika tersebut menggambarkan proses berfikir.
Periode III: Operasi Konkret (7-11 Tahun)
Anak –anak mulai mempunyai kemampuan
untuk melakukan operasi mental. sebagai contoh, Anak akan memikirkan
tindakannya terlebih dahulu sebelum melakukannya. Pada tahap awal anak dapat
menghitung sampai angka sepuluh, tetepi sekarang anak dapat menghitung setiap
angka yang ditampilkan. Reversibilitas merupakan karakteristik utama dari
pemikiran operasi kongkret.
Anak-anak
juga dapat mengelompokkan objek sesuai dengan dimensi kualitatif mereka, yang
dikenal sebagai seriatiaon. Pencapaian lain dalam tahap ini adalah konservasi,
atau kemampuan untuk melihat objek atau jumlah sebagai sesuatu yang sama
meskipun terjadi perubahan dalam penampilan fisiknya (Berk, 2003., Singer dan
Revenson, 1996).
Periode IV:
Operasi formal (Usia 11 Tahun Sampai Dewasa)
Selama tahap ini pola pikir individu
berpindah kepada hal yang bersifal abstrak dan teoritis. Remaja dan dewasa muda
mulai berfikir tentang hal hal seperti perdamaian dunia, mencari keadilan dan
makna hidup. Peningkatan kemampuan kognitif memempukan remaja melakukan remaja
melakukan lebih jauh pencapaian penyelesaian masalah, termasuk masa depan
mereka termasuk hal-hal lainnya. Kematangan pola pikir, dan kedalaman pemahaman
semakin meningkat seiring dengan pengalaman. Menurut Piagert, tahap ini
merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif.
Teori Kognitif Sosial
Seorang psikoloh amerika
Albert Bendura (1925) adalah orang yang melopori ide bahwa pemahaman tingkah
laku penting untuk memahami pola pikir individu (Santrock, 2007). Menurut
bendura, individu mengamati tingkah laku orang lain dan kemudian membuat suatu
pilihan apakah akan meniru tingkah laku tersebut atau tidak. Model perkembangan
bendura yang terbaru menekankan pada interaksi antara tingkah laku, lingkungan
dan faktor personal atau kognitif.
Teori kognitif sosial
bendura memasukkan faktor personal seperti pemahaman diri, kepercayaan diri,
dan efektivitas diri dalam proses perkembangan (Berger, 2005).
Perubahan Kognitif dalam Pemikiran Orang Dewasa
Penelitian tentang
perkembangan kognitif pada masa dewasa dimulai sejak tahun 1970 dan terus
berlanjut sampai sekarang. Piaget telah mengemukakan bahwa pemikiran operasi
formal dimulai saat remaja dan pada dasarnya orang dewasa juga menggunakannya.
Meskipun, penelitian menunjukkan bahwa beberapa individu tidak mencapai
pemikiran operassi formal sampai dewasa, dan beberapa orang dewasa tidak pernah
membangun periode operasi formal (Santrock, 2007). Orang dewasa
mengikutsertakan emosi, logika, praktik
dan fleksibilitas dalam mengambil keputusan.
William Perry adalah salah satu
orang pertama yang mengembangkan teori kognitif orang dewasa. Dia mempelajari
mahasiswa-mahasiswa dan mendapatkan bahwa lanjutan perkembangan kognitif
mengikutsertakan peningkatan fleksibilitas kognitif.
K. Warner Schaie, seorang professor
ilmu perkembangan ilmu manusia di Pennsylvania State University, menyimpulkan
bahwa kita tidak dapat membangun cara yang lebih kompleks untuk mendapatkan
informasi, dibandingkan yang telah dikemukakan oleh Piaget, tetapi orang dewasa
melakukan perubahan pada cara mereka menggunakan pengetahuan. Schaie percaya
bahwa penekanan bergeser dari pencapaian pengetahuan atau keterampilan menjadi
penggunaan pengetahuan untuk pencapaian tujuan.
2.2.4 Teori Perkembangan Moral
Perkembangan moral menunjukkan
perubahan cara berpikir individu, emosi, dan tingkah laku yang mempengaruhi
kepercayaan tentang mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini mencakup
komponen interpesonal dan intrapersonal yang menentukan bagaimana kita berinteraksi
dengan orang lain (Santrock, 2007).
Teori Perkembangan Moral Jean Piaget.
Piaget melakukan pengamatan dan
wawancara anak-anak, dia mempelajari bagaimana cara mereka berpikir tentang
aturan-aturan dan masalah- masalah moral. Teori perkembangan Piaget memasukkan
dua tahap yang terjadi antara usia empat dan sepuluh tahun. Tahap pertama, moralitas heteronomous, terjadi antara
usia empat sampai tujuh tahun dan ditandai dengan suatu keyakinan bahwa
peraturan tidak bisa diubah dan jika melanggarnya akan segera diadili. Anak
kecil sulit menerima kalau peratuaran dalam permainan dapat diubah atau hukuman
tidak akan segera berlaku setelah ada pelanggaran (Santrock, 2007).
Pada tahap kedua, moralitas otonom, Anak mengerti bahwa
individu yang membuat peraturan dan dapat merubahnya. Pada tahap ini anak-anak
mengetahui bahwa tujuan memengaruhi tingkah laku. Menurut Piaget, melalui
hubungan dengan teman sebayanya anak-anak dapat membangun pertimbangan
moralnya. Dalam kelompoknya anak anak dapat mengemukakan ketidak setujuannya
dan kemudian mencapai penyelesaian. Hubungan orang tua anak yang tidak seimbang
akan memengaruhi perkembangan moralitas anak (Santrock, 2007).
Teori
Perkembangan Lawrence Kohlberg. Teori perkembangan ini merupakan
pengembangan dari teori kognitif Piaget. Dia mewawancara anak-anak, remaja, dan
orang dewasa kemudian mendapatkan bahwa pertimbangan moral dibangun secara
bertahap (Berger, 2005). Dari serangkaian dilema moral Kohlberg mengidentifikasi
enam tahap perkembangan moral dalam tiga
tingkat (Kohlberg, 1981).
Tingkat I: Pertimbangan Prakonvensional
Pada tingkat satu, pertimbangan
prakonvensional idividu menunjukkan pertimbangan moralnya berdasarkan
pengalaman pribadinya. Hal ini sangat berhubungan dengan tahap pertama teori
Piaget, dimana alasan moral individu melakkan tindakan yang bekaitan dengan
konsekuensi yang akan diterimanya. Konsekuensi ini bisa berupa hukuman atau
penghagaan.
Tahap 1: Orientasi terhadap Hukuman dan Kepatuhan
Pada tahap ini respon anak terhadap
dilema moral adalah dalam bentuk kepatuhan mutlak terhadap orang yang berkuasa
dan peraturan. Seorang anak pada tahap ini berpendapat, “Saya harus menaati
peraturan: Jika tidak akan dihukam.” Menghindari hukuman atau meragukan rasa
hormat kepada orang yang berkuasa merupakan karakteristik motivasi tingkah laku
anak. Seorang anak akan tiba dirumah tepat waktu untuk makan malam karena
menurut orang tua anak memerlukan hal itu.
Tahap 2: Orientasi Relativitas Alat
Pada tahap ini, anak mengenali lebih
dari satu pandangan yang benar, seorang guru memiliki satu pandangan ynag
berbeda dari orang tua anak. Anak menerima hukuman bukan karena melakukan
kesalahan ( seperti pada Tahap 1),
tetapi karena menghindari sesuatu (Taffell, 2002).
Anak-anak pada tahap ini akan
meatuhi peraturan yang dibuat orangtuanya tentang kapan waktunya kapan berada
di rumahuntuk makan malam, karena mereka tidak ingin waktu istirahat mereka
menjadi terbatas karena mereka datang telat.
Tingkat II: Pertimbangan Konvensional
Pada tingkat II, pertimbangan konvensional, individu memandang
pertimbangan moral berdasarkan kepribadian dan dengan harapan masyarakat atas
dirinya. Individu ingin memenuhi harapan keluarga, kelompok, atau negara dan
juga membangun royalitas dan mengelola secara aktif, mendukung serta menilai
sesuatu.
Perawat mengamati saat anggota
keluarga membuat keputusan kepada orang yang dicintainya. Individu sering
bermasalah dengan dilema moral seperti ini. Dukungan saat berdukacita akan
melibatkan pemahaman pada tingkat pengambilan keputusan moral tiap anggota
keluarga.
Tahap 3 : Orientasi menjadi Anak yang Baik.
Individu ingin diterima dan menjaga
kepercayaan dari kelompok seusianya.”Menjadi Baik “ beararti memiliki motivasi
yang baik, menunjukan perhatian kepada sesama, dan menjaga hubungan melalui
kepercayaan, loyalitas, penghargaan, dan rasa terima kasih. Pihak lain lebih
menyukai dengan istilah “menjadi kesenangan”. Sebagai contoh, seseorang yang
berada pada tahap ini tinggal disekolah sesudah pelajaran selesai dan melakukan
pekerjaan untuk mendapatkan izin dari gurunya.
Tahap 4: Orientasi
Hubungan Masyarakat
Selama tahap 4, individu
mengembangkan fokusnya dari suatu hubungan dengan sesamanya menjadi perhatian
kepada masyarakat. Keputusan moral diperhitungkan dalam perspektif masyarakat.
Tingkah laku yang benar adalah melakukan tugasnya, menunjukan rasa hormat
terhadap orang yang berkuasa, dan menjaga nilai-nilai sosial. Remaja memilih
untuk tidak menghadiri pesta yang menyediakan minuman bir bukan karena mereka
takut ditangkap, tetapi karena mereka menyadari kalau itu salah.
Tingkat III : Pertimbangan Pasca-konvensional
Individu menemukan keseimbangan
antara hak dan kewajiban dasar manusia, kaidah-kaidah masyarakat, serta
peraturan pada tingkat pertimbangan pasca-konvensional. Individu berpindah dari
keputusan moral berdasarkan kewenangan atau sesuai dengan kelompok menjadi
nilai nilai an prinsip moral mereka sendiri. Individu pada tahap ini mulai
melihat apa yanga disukai oleh masyarakat. Prinsip dan idealisme moral menjadi
yang lebih menonjol pada tingkat ini (Berger, 2005).
Tahap 5 : Orientasi Kontrak Sosial.
Setelah mencapai tahap 5, individu
mematuhi hukum sosial tetapi juga mengenali kemungkinan perubahan hukum untuk
memperbaiki masyarakat. Individu juga mengenali bahwa kelompok sosial yang
berbeda memiliki nilai- nilai yang berbeda, tetapi memercayai bahwa semu a
individu mempunyai hak-hak dasar, seperti kemerdekaan dan kehidupan. Individu
pada tahap ini lebih memikirkan apa yang dinilai masyarakat, bukan lagi apa
yang dinilai kelompok, seperti yang terjadi pada tahap 4.
Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal.
Tahap
ini merupakan “Hak” keputusan kata hati sesuai prinsip etik pemilihan diri. Prinsip
ini bersifat abstrak dan membandingkan dengan logika umum, universal, dan konsistensi
(Kohlberg, 1981). sebagai contoh, prinsip keadilan membutuhkan individu yang
bersikap adil terhadap sesamanya, menghormati
martabat semua individu, dan membantu individu untuk menghargai
keputusan semua orang. Tahap 5 menekankan
pada hak-hak dasar dan proses demokratis, sedangkan tahap 6 menekankan
hanya pada prinsip-prinsip keadilan yang sesuai.
Kritik Teori Kohlberg.
Kohlberg membangun suatu cara
melihat perkembangan moral secara sistematik.Dia dikenal sebagai pemimpin teori
perkembangan moral. Meskipun, kritik terhadap pekerjaannya menimbulkan
pertanyaan tentang subjek pilihan penelitianya. Sebagian besar subjek Kohlberg
adalah laki-laki dengan filosofi barat . Percobaan penelitian untuk mendukung
teori Kohlberg dengan individu yang tumbuh dalam filosofi timur menemukan bahwa
semua peserta penelitian tidak pernah berada pada tahap 3 dan 4 dari model
Kohlberg. Penemuan ini memberi kesan bahwa mereka tidak pernah mencapai tingkat
tertinggi perkembangan moral, sama seperti ynag dialami orang dewasa yang
tumbuh dalam tradisi barat.
Penemuan ini memberi kesan bahwa
desain penelitian Kohlberg tidak memperbolehkan cara untuk mengukur semua yang
tumbuh dalam budaya yang berbeda. Kohlberg juga mendapat kritik tentang adanya
bias usia atau gender. Carol Gilligan, teman sejawat, mengkritik Kohlberg
tentang bias gender (Santrock, 2007). Dia percaya bahwa Kohlberg membangun
teorinya berdasarkan perspektif keadilan yang berfokus pada hak individu.
Sebaliknya penelitian Gilligan melihat perkembangan moral dari sudut pandang
pelayanan yang memandang individu dalam komnikasi interpersonal mereka,
hubungan, dan perhatian terhadap orang lain (Santrock, 2007). Menurutnya,
wanita bisa bersifat penuh kasih sayang sehingga sulit mengambil keputusan
berdsarkan keadilan saja (Berger, 2005). Peneliti – peneliti lain telah menilai
teori Gilligan dalam penelitian dengan anak-anak dan tidak menamukan bukti
untuk mendukung perbedaan gender (Berger, 2005; Santrock, 2007).
2.3 Pertimbangan Moral dan Praktik Keperawatan.
Perawat harus mengetahui tingkat
perkembangan moral dirinya sendiri. Mengenal tingkat perkembangan moral anda
sendiri penting dalam memisahkan kepercayaan anda dengan orang lain saat
membantu klien dalam proses pengambilan keputusan moral mereka.
Mengenal tingkatan pertimbangan
moral digunakan oleh anggota tim pelayanan kesehatan dan hal itu berpengaruh
pada rencana perawatan klien. Idealnya semua anggota tim pelayanan kesehatab
berada pada tingkat yang sama dalam membuat sebuah hasil yang serupa. Hal ini
ditunjukkan melalui skenario berikut ini: Perawat sedang melayani seorang
tunawisma dan percaya bahwa semua klien mendapat pelayanan pada level yang
sama. Manager kasus, bertanggung jawab dalam menempatkan sumber daya,
keluhan-keluhan tentang lama tinggal klien di rumah sakit, dan jumlah sumber
daya yang terpakai pada satu klien.
Konflik antara perawat dan manager
kasus terjadi karena adanya perbedaan tingkat pengambilan keputusan dalam
praktiknya. Mereka memutuskan untuk menyelenggarakan pertemuan tim pelayanan
kesehatan guna membahas perbedaan mereka dan dilema etika dimana klien menerima
tingkat pelayanan yang sesuai
BAB 3. PENUTP
3.1 Kesimpulan
1. Teori perkembangan membantu perawat untuk menggunakan
keterampilan cara berpikir kritis saat
menanyakan bagaimana dan mengapa individu merespons
apa yang mereka kerjakan
2. Perkembangan manusia merupakan hal yang rumit sehingga
tidak ada teori yang dapat menggambarkan
semua kerumitan pertumbuhan dan perkembangan
manusia.
3. Identifikasi yang akurat dari diagnosis keperawatan
bergantung pada kemampuan
perawat memasukkan teori perkembangan dalam menganalisis
data.
3.2 Saran
1. Saat ini perawat harus memiliki pengetahuan tentang
beberapa teori perspektif saat
bekerja dengan klien.
2. Pengkajian perawat terhadap klien membutuhkan analisis
menyeluruh dan interpretsi data untuk
membuat kesimpulan yang akaurat tentang kebutuhan
perkembangan klien.
3. Perawat harus memahami teori-teori dan proses
perkembangan perkembangan sehingga
perawat dapat memperkirakan respon manusia dan
mengenali penyimpangan dari bentuk yang normal.
0 komentar:
Posting Komentar